MUHASABAH DIRI

0

Posted by ألفة | Posted in




Hari demi hari ,
Langkah disusun di sisi ,
Dengan harapan dapat di isi,
Tapi dengan apakah perlu dipenuhi
Adakah dengan hasrat al-hawa yang tiada mati
Atau dengan panduan wahyu-Nya agar diri diredhai

Wahai diri yang selalu sepi,
Kerna tiada usaha mahu mengisi,
Bukalah kelopak mata dari nyenyak mimpi,
Basuhlah hati dengan tangisan di pipi,
Yang mengalir sebab terasa jauhnya diri,
Bukan kerana impian dunia yang hilang sebentar tadi

Wahai pemilik mulut ini,
Yang sering mengatakan perkara yang jarang dilakukan diri
Menegur mereka seolah diri bersih suci
Tetapi hakikat diri sendiri tiada mahu peduli
Persoalkan lah diri dan hati
Mampukah diri bertawajjuh dalam mahkamah Ilahi
Atas kesalahan tiada buat atas teguran tadi
Dalam tindak tanduk sehari-hari

Muhasabahlah diri sendiri wahai diri
Yang akan menutup mata sebentar lagi
Dan tiada bangkit untuk kesekian kali

Twister Islam

0

Posted by ألفة | Posted in

Seorang guru sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada pemadam.

Si guru berkata, "Saya punya permainan... Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada pemadam. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat pemadam ini, maka berserulah "Pemadam!"

Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Si guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah "Pemadam!", jika saya angkat pemadam, maka katakanlah "Kapur!".
CopyPasteFromFamiliazamDotCom
Dan diulangkan seperti tadi, tentu saja murid-murid tadi keliru dan kekok, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kekok. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Si guru tersenyum kepada murid-muridnya.

"Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan anda mulai dapat mengikutinya.

Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika."

"Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup dan lain lain."
CopyPasteFromFamiliazamDotCom
"Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, anda sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?" tanya Guru kepada murid-muridnya. "Paham cikgu..."

"Baik permainan kedua..." begitu Guru melanjutkan. "Cikgu ada Qur'an, cikgu akan letakkannya di tengah karpet. Sekarang anda berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa memijak karpet?"

Murid-muridnya berpikir . Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain. Akhirnya Si Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

"Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya...Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak anda dengan terang-terang...Kerana tentu anda akan menolaknya mentah mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung anda perlahan-lahan dari pinggir, sehingga anda tidak sadar."

"Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina tapak yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat.

Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau tapaknya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kerusi dipindahkan dulu, Almari dibuang dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."
CopyPasteFromFamiliazamDotCom
"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghentam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan meletihkan anda.

Mulai dari perangai anda, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun anda muslim, tapi anda telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka... Dan itulah yang mereka inginkan."

"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kita...

"Kenapa mereka tidak berani terang-terang memijak-mijak cikgu?" tanya mereka. "Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi."

"Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sedar, akhirnya hancur. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar."

"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang..."

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan fikiran masing-masing di kepalanya.

DO'A

0

Posted by ألفة | Posted in



Dilantunkan oleh K.H. Rahmat Abdullah
Lapangan Masjid Agung Al-Azhar Jakarta, 09 Agustus 1998, yang
diiringi oleh tetesan air mata hadirin.

Ya ALLAH, berikan taqwa kepada jiwa-jiwa kami dan sucikan dia.
Engkaulah sebaik-baik yang, mensucikannya.
Engkau pencipta dan pelindungnya
Ya ALLAH, perbaiki hubungan antara kami
Rukunkan antara hati kami
Tunjuki kami jalan keselamatan
Selamatkan kami dari kegelapan kepada terang
Jadikan kumpulan kami jama'ah orang muda yang menghormati orang
tua
Dan jama'ah orang tua yang menyayangi orang muda
Jangan Engkau tanamkan di hati kami kesombongan dan kekasaran
terhadap sesama hamba beriman
Bersihkan hati kami dari benih-benih perpecahan, pengkhianatan dan
kedengkian
Ya ALLAH, wahai yang memudahkan segala yang sukar
Wahai yang menyambung segala yang patah
Wahai yang menemani semua yang tersendiri
Wahai pengaman segala yang takut
Wahai penguat segala yang lemah
Mudah bagimu memudahkan segala yang susah
Wahai yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran
Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak
Engkau Maha Tahu dan melihatnya
Ya ALLAH, kami takut kepada-Mu
Selamatkan kami dari semua yang tak takut kepada-Mu
Jaga kami dengan Mata-Mu yang tiada tidur
Lindungi kami dengan perlindungan-Mu yang tak tertembus
Kasihi kami dengan kudrat kuasa-Mu atas kami
Jangan binasakan kami, karena Engkaulah harapan kami
Musuh-musuh kami dan semua yang ingin mencelakai kami
Tak akan sampai kepada kami, langsung atau dengan perantara
Tiada kemampuan pada mereka untuk menyampaikan bencana kepada
kami
"ALLAH sebaik baik pemelihara dan Ia paling kasih dari segala
kasih"
Ya ALLAH, kami hamba-hamba-Mu, anak-anak hamba-Mu
Ubun-ubun kami dalam genggaman Tangan-Mu
Berlaku pasti atas kami hukum-Mu
Adil pasti atas kami keputusan-Mu
Ya ALLAH, kami memohon kepada-Mu
Dengan semua nama yang jadi milik-Mu
Yang dengan nama itu Engkau namai diri-Mu
Atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu
Atau Engkau ajarkan kepada seorang hamba-Mu
Atau Engkau simpan dalam rahasia Maha Tahu-Mu akan segala ghaib
Kami memohon-Mu agar Engkau menjadikan Al Qur'an yang agung
Sebagai musim bunga hati kami
Cahaya hati kami
Pelipur sedih dan duka kami
Pencerah mata kami
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Nuh dari taufan yang
menenggelamkan dunia
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Ibrahim dari api kobaran yang
marak menyala
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Musa dari kejahatan Fir'aun dan
laut yang mengancam nyawa
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Isa dari Salib dan pembunuhan
oleh kafir durjana
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Muhammad alaihimusshalatu
wassalam dari kafir Quraisy durjana, Yahudi pendusta, munafik
khianat, pasukan sekutu Ahzab angkara murka
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Yunus dari gelap lautan, malam,
dan perut ikan
Ya ALLAH, yang mendengar rintihan hamba lemah teraniaya
Yang menyambut si pendosa apabila kembali dengan taubatnya
Yang mengijabah hamba dalam bahaya dan melenyapkan prahara
Ya ALLAH, begitu pekat gelap keangkuhan, kerakusan dan dosa
Begitu dahsyat badai kedzaliman dan kebencian menenggelamkan
dunia
Pengap kehidupan ini oleh kesombongan si durhaka yang membuat-
Mu murka
Sementara kami lemah dan hina, berdosa dan tak berdaya
Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan
yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami
Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami
Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal
usaha kami sendiri
Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu
Muhammad SAW di padang mahsyar nanti
Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang
memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu
Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab
Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis
dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati,
ummatku ummatku
Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua
kekayaan demi perjuangan
Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera
Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan
kekayaan
Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami
da'i penyeru iman
Kepada nenek moyang kami penyembah berhala
Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da'wah
Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran
Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini
Kepada generasi berikut kami
Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai
kesinambungan ini
Dengan sikap malas dan enggan berda'wah
Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa

Monolog Dalam Monolog

0

Posted by ألفة | Posted in


Fuuh!!Penat juga memasak ni, ya. Ni baru sehari. Macam manala agaknya perasaan ibu-ibu yang menjadi suri rumah sepanjang masa? Setiap hari kena buat kerja rumah. Bukan setakat memasak saja.
SQS : Masak???
Yela masak. Saya ni tinggal di rumah sewa. Hari ni ‘turn’ saya memasak.  
SQS : rumah sewa?? Awak ni kan tinggal di universiti. Universiti awak tu tak sediakan tempat tinggal ataupun hostel ke?
Ada. Tapi saya yang minta keluar. Bila tinggal di rumah sewa inilah kita nak belajar berdikari, belajar memasak dan macam2 lagi. Rumah sewa yang saya duduki ini ada namanya. Raudhatul Mahabbah. Sedap tak? Ataupun lebih mesra dikenali sebagai RM. Bukan ringgit Malaysia, ya ataupun rumah murah. Rumah ni mahal tau. Sebulan RM850. Kat sini, saya tinggal dengan kawan-kawan. 8 orang semuanya. Ramai kan! Rumah ni bukan rumah biasa. Kami diajar solat berjemaah, memberi tazkirah selepas subuh(walaupun saya ni terkenal dengan sifat ‘pendiam’. Susah betul kalau nak bercakap), kami juga membaca ma’thurat berjemaah.
SQS : hmmm..menarik tu. Bukan semua rumah sewa boleh buat macam tu. Haa…balik pada masak tadi, awak masak apa?
Ala…’simple’ saja. Buat sayur kobis masak belacan dan juga ikan masak kicap.
SQS : waaa….sedap tu. Nanti bolehla tulis resepi..hee…
Hmm…resepi?? Tak kot..bukannya hebat pon. Kita tukar topikla. Lebih membina jiwa dan rohani. Haa..nak cerita sikit. Saya ada baca satu kisah melalui tulisan Pahrol Mohd. Juoi. Petikan yang saya ambil ni adalah monolog dirinya sendiri.
            “Kita membina hidup atau kehidupan?”
Saya kaget sebentar. Beza antara live atau living terlalu besar.
            “Kedua-duanya,” jawab saya.
            “Tapi, yang mana lebih penting?”
            “Kehidupan,” jawab saya pendek.
            “Apa bezanya hidup dan kehidupan?” soalnya lagi.
            “Kita hidup dengan makanan, pakaian, kenderaan dan tempat tinggal. Tapi kita membina kehidupan dengan kasih sayang, cinta dan kemesraan.”
            “Jadi, isteri itu teman hidup atau teman kehidupan?”
            Saya panik. Terasa diperangkap.
            “Err…teman hidup dalam kehidupan,”saya membetulkan.
            “Tahu pun,” bidasnya pantas.
            “Apa mahu isterimu?” dia bertanya lagi.
            “Kasih sayang, kemesraan, pembelaan, kemaafan, keadilan,”jawab saya.
            “Itulah kehidupannya. Sebaliknya, apa yang kamu berikan selama ini?”
            Saya jadi serba salah.
            “Hanya makanan, pakaian, kenderaan, rumah, wang, itu semua untuk hidup. Bukan untuk kehidupan,” tingkahnya sinis.
            “Tapi, saya juga inginkan itu semua daripadanya. Saya juga inginkan kehidupan bukan semata-mata hidup.”
“Ingat prinsip ini baik-baik : kita hidup dengan apa yang kita dapat tetapi kita membina kehidupan dengan apa yang kita beri.”
“Maksudnya, saya kena memberi sebelum menerima?”
“Siapa yang tidak mengasihi tidak akan dikasihi. Itu hukum kasih sayang. Untuk orang yang mencintai kita, kita dahulu mesti mencintai orang. Itu hukum kasih sayang dan cinta. Ini rukun kehidupan.”

P/S: dialog di atas pun merupakan monolog diri saya sendiri. Jadikanlah setiap apa yang kita buat, sentiasa ingat pada Allah. Walaupun ketika kita bersendirian, kita akan mengingati insan-insan yang kita sayangi, jadikanlah ingatan kita itu hanya kerana Allah. Ingatlah bahawa Allah pemilik segala cinta. TanpaNya, tidak mungkin cinta itu wujud. Tidak mungkin kasih sayang itu wujud.
“Ala bizikrillahi tathmainnalqulub” ~ Hanya dengan mengingati Allah, hatikan menjadi tenang.

~Ayah~

0

Posted by ألفة | Posted in


Tika berjauhan
Masihku rasa hangat kasihmu ayah
Betapaku rindukan redup wajahmu
Hadir menemaniku

Terbayang ketenangan
Yang selalu kau pamerkan
Bagaikan tiada keresahan………..


Berkumandang lagu ‘Ayah’ melalui telefon bimbitku yang ku pasang setelah penat menelaah nota-nota pembelajaranku. Terimbau kembali saat-saat manis antara ayah dan aku.
Teringat aku akan kata-kata seorang penceramah motivasi dalam program kecemerlangan yang aku hadiri.
 “Cuba kamu semua bayangkan, ketika kamu sedang belajar di dalam kelas, tiba-tiba namamu dipanggil oleh pengetua untuk berjumpa dengannya di pejabat. Lalu kamu diberitahu, kamu perlu pulang segera ke kampung kerana salah seorang ahli keluargamu sudah tiada lagi. Apabila tibanya kamu di rumah, kelihatan ramai orang berada di halaman. Kedengaran bacaan yaasin yang datangnya dari arah rumah kamu. Masuk saja kamu ke dalam rumah, terbaring sekujur tubuh yang kaku di hadapan kamu. Bayangkan tubuh kaku itu ialah ayah kamu atau ibumu atau sesiapa sahaja yang kamu sayangi……”
Aku langsung tidak menyangka bahawa analogi itu berlaku ke atas diriku sendiri. Aku masih lagi mengingati tarikh bersejarah itu, 13 Februari 2004. Lebih kurang jam 10.00 pagi, aku berada di dalam kelas tingkatan 2 Farabi, menunggu kedatangan guru untuk sesi pembelajaran seterusnya. Sementara menunggu, aku dan beberapa kawan yang lain berborak-borak sesama kami. Tiba-tiba kelas kami didatangi oleh seorang guru, tetapi beliau bukanlah guru yang mengajar kami pada waktu itu. Beliau ialah Penolong Kanan Pentadbiran di sekolah kami. Apabila tiba sahaja di muka pintu, dengan memegang sehelai kertas kecil di tangan kanan, beliau menyebut namaku sambil matanya tertancap pada kertas tersebut. Tersentak aku dengan panggilan tersebut. Aku tertanya-tanya sendirian, adakah aku telah melakukan sesuatu yang menyalahi peraturan sekolah? Tanpa berlengah lagi, aku terus meluru ke hadapan mendapatkan guru tersebut. Lantas, aku bertanya, atas sebab apa aku dipanggil? Beliau berkata padaku bahawa Pengetua memanggilku dan ingin berjumpa di pejabat. Terus sahaja guru tersebut membawaku turun ke pejabat memandangkan kelasku berada di tingkat 4 manakala pejabat berada di tingkat 2. Aku mengekorinya tanpa mengetahui sebabnya. Setibanya aku di hadapan pintu pejabat, kelihatan seorang lelaki yang amat aku kenali sedang berborak dengan Pengetua sekolah. Aku dan guru yang membawaku menghampiri mereka berdua.
Lalu, Pengetua sekolahku bertanya, “adakah kamu kenal siapa bersebelahan dengan saya ini?” tanpa banyak soal, aku terus mengangguk, menandakan aku kenal lelaki tersebut.
“Ya, dia pak long saya.” Mungkin beliau hendak mengujiku sama ada aku kenal atau tidak lelaki yang mengaku mengenaliku. Maklumlah, kes penculikan sangat berleluasa pada masa sekarang ini.
“Jom, kemas beg. Kita balik kampung,” kata pak longku padaku.
“Balik? Kenapa?” persoalan itu hanya bermain di fikiranku, tidak terzahir dengan kata-kata.
“Beg sekolah ada kat dalam kelas. Nanti saya ambil,” balasku. Segera aku menaiki tangga yang agak tinggi untuk sampai ke kelasku.
 “Ulfah, muka hang pucatlah. Kenapa pengetua panggil hang?” Tanya kawan-kawanku apabila aku tiba di kelas.
“Entahlah. Pak long aku datang tadi. Dia ajak aku balik. Aku balik dululah. Assalamualaikum,” aku membalas pertanyaan kawan-kawanku sambil tanganku ligat mengemas buku-buku dan peralatan tulis untuk dimasukkan kedalam beg galasku. Sebaik saja siap, aku terus turun ke tingkat 2 mendapatkan pak long. Pak log membawa aku ke asrama puteri , memberi peluang kepadaku mengemas pakaian untuk dibawa pulang. Setelah selesai semua urusanku, aku kembali ke kereta pak long. Aku mengambil tempat di sebelah pak long. Sepanjang aku berada dalam kereta, aku langsung tidak bertanya ataupun bersembang dengan pak long. Aku dapat melihat mata pak long kemerah-merahan. Aku berasa takut untuk bertanya. Semua persoalan yang ingin aku tanyakan hanya bermain-main di dalam kotak fikiranku sahaja. Aku mula berfikir yang bukan-bukan. Telahanku, mungkin ada ahli keluargaku yang meninggal. Ayah? Mak? Abang? Kakak? Atau adik-adik, win atau idat? Tapi, aku cepat-cepat menepis segala telahan itu.
“Kita pergi rumah pak long dulu. Kakak ada di sana,”kata pak long. Rumah pak long terletak di Taiping, Perak. Perjalanan dari sekolahku, SMKA Kerian, Semanggol ke rumahku, Pantai Remis akan melalui Bandar Taiping. Jadi, tiada masalah untuk singgah ke rumahnya. Pada masa itu, kakak yang berada di tingkatan 4 bersekolah di SMK Dr.Burhanuddin. Mak long yang menjadi Penolong Kanan Pentadbiran di sekolah itu membawa pulang kakak manakala pak long pula mengambilku. Tapi, sebelum kami tiba di rumah pak long, pak long membawaku ke kedai makan.
“Makanlah nasi dulu. Ambil saja lauk apa yang nak.” Kata pak long seakan memberi arahan.  Yang hairannya, pak long hanya melihatku makan, tapi tidak dirinya. Aku yang tidak berselera makan hanya memilih nasi berlaukkan ayam masak merah. Itupun tidak ku habiskannya.
Kemudian, kami bertolak. Sebaik saja aku turun dari kereta, aku nampak kakak berada di ruang tamu rumah pak long, sedang menangis. Aku dengan muka ‘blur’ masuk ke rumah pak long.
“Hang tau tak kenapa pak long bawa hang balik?”Tanya kakak. Aku hanya menggeleng.
“Ayah meninggal.” Itu saja ayat yang mampu dituturkan oleh kakak. Tanpaku sedari, air mata mengalir di pipi. Telahanku benar. Aku tidak betah untuk berlama di rumah pak long. Tidak sabar rasanya untuk melihat wajah ayah buat kali terakhir. Kami pulang bersama-sama. Perjalanan mengambil masa selama sejam untuk tiba di rumah. Begitu ramai orang kampung datang untuk melawat jenazah, ada juga yang sedang menyiapkan keranda untuk membawa jenazah ke tanah perkuburan. Aku tidak pedulikan semua itu. Aku terus masuk ke rumah untuk menukar baju sekolah ke baju kurung. Jenazah ayah tidak ditempatkan di rumahku tapi ditempatkan di rumah tok. Rumah tok berhadapan dengan rumah aku. Tambahan pula, rumah tok lebih besar daripada rumah kami, jadi orang ramai mudah berkumpul di rumah tok. Kemudian aku ke tempat dimana ayahku di tempatkan. Bacaan Yaasin terus berkumandang sebagai hadiah untuk ayah.

DETIK-DETIK TERAKHIR
Aku bertanyakan mak bagaimana ayah menghadapi detik-detik terakhirnya. Mak tidak menceritakan secara terperinci. Kata mak, pada malam sebelum ayah meninggalkan kami, ayah berasa panas. Badan lenguh-lenguh. Ayah meminta mak urutkan. Ayah buka semua tingkap dan pintu. Katanya panas. Pagi esoknya, mak ajak ayah ke klinik disebabkan ayah tidak dapat bangun untuk ke sekolah. Ayah bekerja sebagai seorang guru matematik di sekolah rendah. Mak meminta bantuan pak njang. Mujurlah pak njang tinggal berdekatan dan mempunyai kereta. Disebabkan waktu masih terlalu awal, klinik kerajaan yang berdekatan masih belum memulakan operasinya. Lalu, pak njang membawa ayah ke klinik swasta. Aku tidak tahu apa yang berlaku di sana. Mengikut cerita mak, ayah meninggal sewaktu berada di klinik.
Ya Allah, lindungilah ayahku dari azab seksaan kubur dan seksaan api neraka. Serta tempatkanlah ayahku bersama-sama para solihin…amiiiin…

KENANGAN
            Setelah keputusan peperiksaan UPSR dikeluarkan, Alhamdulillah, Allah telah memakbulkan doaku. Dengan keputusan yang cemerlang, dapatlah aku melanjutkan pelajaran ke sekolah berasrama. Doaku, biarlah sekolah manapun asalkan sekolah itu berasrama. Aku tidak mahu meneruskan pelajaranku di sekolah harian biasa.
            Dalam menguruskan persekolahanku ke tingkatan 1, ayahlah yang paling sibuk. Ayah menguruskan segala dokumen yang diperlukan untuk memasukkan aku ke SMKA Kerian. Pada masa yang sama, kakak terus-terusan memberitahu bahawa Bahasa Arab tu susah. Aku yang belum pernah belajar Bahasa Arab, berasa takut dengan kenyataan itu. Walaupun kakak tidak bersekolah di sekolah agama, tetapi ayah menempatkan kakak di sekolah yang mempunyai aliran agama. Bagi ayah, biarlah anak-anaknya belajar Bahasa Arab kerana bahasa itu bahasa syurga (lughatul jannah).
            “Mak, bagitaula kat ayah saya tak mau masuk SMKA Kerian.” Mak yang kasihankan aku, menberitahu ayah.
            “Tak pa la. Cubala dulu belajar Bahasa Arab tu. Kalau tak boleh bawa juga sampai ke tingkatan 3, nanti bila masuk tingkatan 4, boleh ayah masukkan ke MRSM.” Kata ayah.
            “Tengok macam anak cikgu Salleh. Anak dia dapat 8A 1E. Bahasa Arab dia dapat E. Cikgu Salleh masukkan dia ke MRSM sewaktu tingkatan 4.”sambung ayah lagi.
            Aku terpaksa akur dengan kehendak ayah. Mungkin ayah lebih mengetahui daripadaku yang baru hidup setahun jagung ni. Ayah lebih berpengalaman dalam hidup. Alhamdulillah, setelah aku mula belajar mengenali Bahasa Arab, subjek inilah yang menjadi salah satu daripada subjek kegemaran. Mungkin berkat doa daripada ayah juga. Tapi, ayah, belum sempat anakmu ini membuktikan kejayaan dalam pelajaran, engkau terlebih dahulu meninggalkan kami. Mahu saja aku memberitahu, “ayah, benar katamu. Bahasa Arab bukanlah sesusah mana. Jika belajar dengan hati, insyaAllah akan dapat apa yang kita nak.”

terpancar kebanggaan
dalam senyummu
melihatku berjaya
bilaku kegagalan
tak kau biarkan
aku terus kecewa
dengan kata azimat
engkau nyalakan semangat
restu dan doa kau iringkan

tak dapatku bayangkan
hidupku ayah
tanpa engkau disisi
semua kasih sayang
yang kau curahkan
tersemat dihati.....

Indahnya lirik ini tapi ianya bukanlah realiti buat diri ini. Semoga sesiapa yang masih mempunyai ayah, hargailah dia. Balas jasa dan budinya dan berdoalah untuknya.